Kamis, 12 Januari 2017

BALADA MAHASISWA, CABE, DAN FILOSOFI HIDUP


Hasil gambar untuk crying tree





Belakangan ini lagi rame masalah cabe mahal, barusan lagi chat di grup WA sama temen-temen yang salah satunya adalah mahasiswa pertanian di sebuah kampus swasta di Jogja. Awal bahasannya gak ada hubungannya sama cabe tapi semakin lama semakin menjurus berawal dari info soal penelitian yang merekrut mahasiswa dari jurusan-jurusan tertentu dan mencakup jurusan si temen ini. 
Awalnya si doi ngeluh soal petani di Indonesia yang sering dirugikan, kemudian disaut komentar berupa pertanyaan manipulasi harga cabe bro?
dan seterusnya sampe dia bilang:
"Pemerintah selalu menuntut produksi hasil panen yang banyak sementara mereka jarang atau bahkan tidak memberikan solusi atas kendala-kendala yang terjadi atas gagalnya hasil panen."
Saya jadi terpelatuk, saya sebagai mahasiswa biologi yang sedikit banyak belajar tentang tanaman dan lingkungan jadi mikir "oh iya yah..."
Jadi gini gimana mau ada petani kalo TANAHnya aja gak ada? Mau ditanem dimana bibitnya? Oke udah ada solusi bisa hidroponik. Kita bisa nanem beberapa jenis sayur dan tanaman dengan teknik ini. Tapi apa itu menyelesaikan masalah? I don't think so. 
Ini Indonesia bro, negeri yang kaya akan plasma nutfah nih kalo gak percaya. 
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang sangat kaya dengan sumber plasma nutfah, bila dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Karena terdiri lebih dari 17.000 pulau dan terletak di antara dua benua dan dua samudera membentuk keanekaragaman ekosistem sekurang-kurangnya 42 ekosistem daratan alami dan 5 ekosistem lautan. Hal itu memungkinkan Indonesia memiliki plasma nutfah yang sangat tinggi keanekaragamannya. Banyak di antara spesies yang ada mempunyai penyebaran yang meliputi wilayah yang luas dan berbeda biogeofisiknya. Hal ini menyebabkan masing-masing spesies tersebut memiliki berbagai macam plasma nutfah yang sangat beranekaragam. Kekayaan keanekaragaman genetic spesies yang merupakan kekayaan sumber daya hayati Nasional perlu dikelola sebaik-baiknya, guna memberikan dukungan keberlanjutan kehidupan bangsa Indonesia.
dikutip dari http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpmedan/berita-210-peran-plasma-nutfah-sebagai-sumber-daya-genetik-dalam-mendukung-program-pemuliaan-tanaman.html

Jatna Supriatna ( 2008) menyatakan Indonesia sebagai negara megabiodiversity
berdasarkan keanekaragaman jenis menempati urutan papan atas, yakni :
- Urutan kedua setelah Brasil untuk keanekaragaman mamalia, dengan 515 jenis
yang 99% diantaranya merupakan endemik
- Urutan keempat untuk keanekaragaman reptil (511 jenis, 150 endemik)
- Urutan kelima untuk keanekaragaman burung (1531 jenis, 397 endemik) bahkan
khusus untuk keanekaragaman burung pruh bengkok, Indonesia menempati
urutan pertama 75 jenis 38 endemik)
- Urutan keenam untuk keanekaragaman amfibi(270 jenis, 100 endemik)
- Urutan keempat dunia untuk keanekaragaman duna tumbuhan (38000 jenis)
- Urutan pertama untuk tumbuhan palmae(477 jenis, 225 endemik)
- Urutan ketiga utuk keanekaragaman ikan tawar (1400 jenis) setelah Brazil dan
Columbia.

Tapi sayangnya
Walaupun demikian, keunggulan ini masih berupa slogan dan retorika saja bagi sebagian masyarakat. Kekayaan hayati tersebut belum digunakan secara nyata untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat, bahkan sebagian kekayaan tersebut telah terancam punah akibat perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang kurang tepat.

Kenapa kita yang sekaya itu masih kekurangan pangan? Lucu kan? 

Balik lagi ke masalah hidroponik, hidroponik memang bisa dipakai untuk skala massal tetapi tidak semua jenis sayuran atau tanaman bisa dihidroponikkan. Tanaman yang bisa ditanam dengan teknik hidroponik hanyalah tanaman-tanaman tertentu. Kita pasti sering lihat kalau ke swalayan di bagian sayur buah akan ada sayur-sayuran macam selada, sawi, caisim, dkk dengan label hidroponik. Tapi pernahakah terpikir untuk menghidroponikkan kedelai, kacang tanah, jagung, sagu, pepaya, rambutan, atau durian? Atau adakah hidroponik untuk si cantik Rafflesia?
Bayangkanlah saudara-saudara bayangkan (emot ngakak) sudah adakah hidroponik tanaman berkayu? Kita punya banyak tanaman endemik yang mungkin gak akan bisa ditemukan di tempat atau negara lain. Matoa yang endemik papua (tapi udah mulai banyak yang jual buahnya, penasaran dapet darimana itu), cendana di tanah nusa tenggara, pala di sulawesi, dan banyak lainnya. Apalagi Kalimantan yang terkenal dengan macam-macam kayunya.

Saat ini, kita dihadapkan pada masalah utama, yaitu hilangnya jenis-jenis tanaman yang sering disebut erosi genetik. Sebagai contoh, FAO telah memperkirakan bahwa dunia sampai saat ini telah kehilangan sekitar 75% keanekaragaman genetik pertanian. Sedangkan untuk jenis ikan air tawar sedikitnya 20% sudah langka dan sudah mengalami penurunan populasi secara serius karena degradasi lingkungan dan pengelolaan sumber daya ikan yang tidak tepat. Dari sekitar 300 jenis tanaman yang menjadi sumber pangan masyarakat tradisional, saat ini tinggal 100 jenis yang dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Dari 100 jenis tanaman tersebut, hanya sekitar 15 jenis yang menjadi sumber pangan utama penduduk dunia antara lain padi, gandum, jagung, barley, sorgum, kentang, kedelai, dan ketela pohon (Kusumo dkk., 2002).

Seiring dengan berubahnya fungsi areal hutan, sawah dan kebun rakyat,menjadi area permukiman, perkantoran, industri, jalan dan lain-lain, maka menyusut pula keanekaragaman hayati pada tingkat jenis, baik tumbuhan, hewan maupun mikrobia. Pada gilirannya jenis-jenis tersebut menjadi langka, misalnya jenis-jenis yang semula banyak terdapat di Pulau Jawa, seperti nam-nam, mundu, kepel, badak Jawa dan macan Jawa sekarang mulai jarang dijumpai (Anonim, 1995).

Buat curhat sekalian, di kampus ada wacana penebangan pohon-pohon berkayu yang cukup besar untuk ditanami beton dan semen (bikin gedung baru). Sedih rasanya dengar kabar begitu.
Guys kita memang bergerak maju, tapi maju ke arah kepunahan. Kerusakan besar-besaran. Tanah pertanian makin sempit, hutan makin gundul, dunia makin panas, cuaca udah gak karu-karuan. Berapa lama lagi kita bisa hidup seenak ini? Sedangkan bumi makin tua dan alam makin ganas berubah. Yakinkah kita besok pagi matahari masih terbit di timur?
Yuk kita instrospeksi diri bareng-bareng. Kalau tanah buat nanem gak ada kita mau ngandelin impor? Yakin cukup? Yakin gak akan bikin kerusuhan dimana-mana? 
Memangnya kalo kelak pohon udah gak ada kita yakin masih punya air dan udara bersih GRATIS?
Kenapa kita tidak berusaha untuk memperbaiki yang di dalam bersama-sama bergerak memperlambat kerusakan. 

Ada pesan yang cukup menyentuh sebelum menutup percakapan grup tadi
"MAHASISWA ITU MEMANG PERLU AKSI, TAPI APA HARUS MELAKUKAN DEMO? COBA HITUNG BERAPA BANYAK WAKTU YANG DIHABISKAN UNTUK DEMO, SEMENTARA TANAMAN SEDANG DALAM FASE KEMATIANNYA." -anonim-

Kita memang mahasiswa tapi bukan berarti kita tidak melakukan aksi kalau kita gak demo. Ada banyak cara lain untuk beraksi selain mempertanyakan kinerja pemerintah dan harga cabai yang naik. Kita juga beraksi dengan memikirkan solusi dan mulai memperbaiki yang bisa diperbaiki.

Akhir kata penulis minta maaf jikalau ada kata yang menyinggung, terlalu emosional atau menyakiti hati kawan-kawan sekalian.
Jikalau ada kelebihan silahkan diambil jikalau ada kekurangan minta santunan (just kidding)...
SALAM PERBAIKAN (gizi mahasiswa)!


*pict source https://www.google.co.id/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&ved=0ahUKEwiwzvvpnbzRAhVKpY8KHZBUDKgQjRwIBw&url=https%3A%2F%2Fwww.pinterest.com%2Fpin%2F116952921543387087%2F&psig=AFQjCNFOfj_HfxAFQc_JYIfUF1-UAi22uw&ust=1484296893285890

Tidak ada komentar:

Posting Komentar